Slider Background

Menimba Kedalaman pada Sumur yang Berair: Sebuah Refleksi

Thursday, April 6, 2017

Menimba Kedalaman pada Sumur yang Berair: Sebuah Refleksi

SALAM

Tidak terasa waktu terus berjalan dan menghantar aku pada tahun yang ketiga di BiKap Alverna – Sinaksak. Waktu memang tak pernah  berhenti. Ia terus berjalan pada aturan yang telah ditentukan bagi dirinya. Ia tidak akan pernah terpengaaruh oleh situasi ataupun keadaan. Sang waktu juga tidak pernah mau memberikan saat yang baik atau buruk. Ia tidak suka menunda apalagi berhenti. Ia tetap memiliki komitmen. Mengarungi pengalaman insan dunia, selama masih diberi kesempatan. Aku salah satu insan yang hidup di dalam serta berada bersama waktu. Setiap hari, dan waktu, aku telah dibekali banyak pengalaman dan permenungan. Dan pengalaman itu menjadikan aku sebagai aku yang sekarang menjadi aku.  Terimakasih sang waktu terlebih kepada-Mu sang pencipta waktu. 


HIDUP PERSAUDARAAN

Walau hanya tertulis aku mau berucap terima kasih kepada saudara-saudara tua, sebagai staf pendamping dan pengajar di BiKap Alverna dan STFT. Karena dengan segala kesabaran dan kebijkasanaan dan  contah teladan hidup mereka, saya semakin dimatangkan dalam menapaki panggilan sebagai biarawan Kapusin. Terimakasih Pater, Bruder, telah menjadi orang tuaku yang baik dan selalu mengarahkan aku pada jalan panggilan Fransiskan Kapusin. Aku beraharap Tuhan  yang Mahabaiklah membalas semua kebaikan dan kebijaksanaan kalian semua. Kuucapkan juga terimakasih atas ilmu-ilmu, nilai-nilai persaudaraan yang telah kalian wariskan. Semoga semua itu menjadikan aku semakin matang, dewasa dan bertumbuh dalam iman dan panggilan. 

Terimakasih juga aku ucapkan kepada saudara-saudara seangkatan, terlebih saudara-saudara seangkatan dari propinsi Kapusin Pontianak. Karena kalian semua kita saling mendukung dan mendoakan sehingga kita sama-sama berjuang hingga pada tahun yang ketiga sekarang ini. Terimakasih telah mau berbagi cerita dan pengalaman hidup kalian. Aku yakin cerita dan cita kita dapat terwujud di dalam panggilan Tuhan ini.

Untuk saudara-saudaraku tingkat I dan tingkat II sepropinsi terimakasih karena ada kalian aku merasa menjadi layak untuk melangkah ke tingkat IV di tahun ajaran ini. Doakan kami. Saudara-saudara muda di Alverna, suster, bapak, ibu, kakak-kakak dapur terimakasih semuanya karena berkat kehadiran kalian seluruh proses perkuliahan dan hidup doa, studi dan kerja dapat berjalan dengan baik dan lancar. 

Aku senang, bahagia dan bergembira bisa hidup bersama di Komunitas Alverna. Meskipun banyak hal yang terkadang membuat aku kehilangan diriku. Namun dengan itu pula menjadikan aku banyak belajar. Terlebih belajar berdistansi, mendalami dan mengenal diriku. Ku sadari hidup persaudaraan yang kuhidupi ini banyak mengubah cara pandang pola pikir dan cara bertindak dalam proses pengolahan hidup pribadiku. Dengan perjalanan bersama waktu dan bersama kalian saudara-saudara, aku semakin mampu menyadari siapa aku sebagai aku dihadapan sang AKU. Semoga kegembiraan, kebahagiaan di komunitas ini terus menemani dan mengiringi perjalananku selanjutnya.

Hidup persaudaran di Alverna memang unik. Disinilah aku menemukan banyak karakter yang tidak kalah untuk mewakili kehidupan di luar biara. Semua kompleks. Ada tua, ada muda, ada dewasa, ada setengah dewasa, ada yang jujur ada yang berpura-pura, ada yang rajin dan ada yang malas-malasan. Ada yang rendah hati dan ada yang egois. Ada yang bijaksana dan ada yang plin-plan. Dan lain sebagainya. Karakter-karakter diatas sepertinya “dikondisikan” untuk membuat setiap pribadi untuk mampu belajar dan menimba kekuatan dan kehidupan plural. Disatu sisi menjengkelkan, namun disisi lain (positif) mengasyikkan. Bagi saya secara pribadi, setelah merenungkan ini secara tenang, saya merasa bersyukur. Sebab aku yakin kehidupan diluar sana akan menampilkan karakter-karakter yang lebih hebat dan tanpa kompromi. Keadaan seperti bagiku adalah tantangan dan materi pembelajaran yang lumayan merepotkan.



DUNIA KAMPUS

Kampus adalah rumah kedua selama proses pendidikan di STFT. Separoh hari dalam seminggu ku habiskan disini. Kampus adalah rumahku. Rumah tempat aku dibentuk seperti tanah liat, tempat pembinaan bagi yang mencari kebenaran, dan  kebijaksanaan, dan sarana yang ideal untuk menyalurkan kreativitas dan afeksitas. Kampus menjadi saluran ber-relasi dan berpastoral. Kampus memberikan konstribusi yang cukup memadai sebagai wadah, locus, untuk menempa dan membentuk pribadi yang berkualitas dan modernitas.
Memang kampus tidak memberikan umpan yang baik untuk menangkap ikan yang hendak ditangkap, tetapi mereka memberikan mata pancing yang berkualitas wahid, untuk menangkap berbagai macam ikan yang hendak ditangkap dengan pancing. Bagi saya, mata kail, yang hebat itu adalah suatu modal yang sangat menentukan saya, sebagai pemancing yang akan menangkap banyak ikan.


Dunia Kerasulan

Pada tahun ketiga kali ini, kami diminta untuk menggunakan mata kail yang telah diberikan; yakni kerasulan ke stasi dan memberikan rekoleksi, serta retret. Kegiatan-kegiatan tersebut salah satu umpan yang coba diberikan, sepenuhnya dipercayakan kepada kami untuk mengolah, memanfaatkan dan menggunakannya sebagai media untuk mengembangkan diri. 

Namun yang paling mengesankan bagiku ialah kerasulan, karena tugas ini, kami laksanakan selama kurang lebih dua semester. Dalam kerasulan banyak hal yang membuat saya belajar dan mengalami cara beriman kepada Yesus, yang setiap hari kami pelajari di kampus. Yesus yang kami kenal di kampus ternyata sedikit berbeda dengan pribadi Yesus yang di imani. Yesus di stasi (melalui perjumpaan dengan umat) ternyata memberikan pengertian akan hidup di dalam sesama tanpa pamrih, dan penuh dengan kesederhanaan. Ia nyata. Ada bersama dengan aku.

Karena itu pengalaman kerasulanku berbeda dengan pengalaman kerasulan dengan teman-teman yang lain. Umat yang kukunjungi setiap dua kali dalam satu bulan menggambarkan suatu kerinduan saya untuk bertemu dengan Dia, yang selalu berbicara dan mengajar. Sebab melalui pembicaraan dan pengajaran itu, aku juga bisa berkata-kata dan sedikit memberikan pembelajaran kelak.


HIDUP DALAM KETIGA KAUL

Kaul yang hampir satu tahun yang lalu ku ikararkan memberikan arah dan pertolongan yang berarti dalam menjalani hidup panggilanku sebagai biarawan Kapusin dan sekaligus Mahasiswa di kampus. 


Kaul Ketaatan

Dari kata ketaatan sepintas ditelinga memang mengerikan. Itu berarti kita harus berjalan seperti robot alias kaku. Sebab kita harus senantiasa taat kepada perintah dan pimpinan yang dipercayakan kepada kita. Namun bagi saya, dengan ketaatan mengajarkan aku, akan satu nilai yang tidak bisa terwakilkan hanya lewat kata-kata. Sebab ketaatan bukanlah hal yang abstrak melainkan nyata, konkret, real. Secara analisis phenomenologis kata taat, memang abstrak. Tetapi bukan itu yang dimaksudkan dengan ketaatan. Ketaatan menghendaki suatu tindakan yang membebaskan namun terarah pada bentuk yang terbatas. Ketaatan mengajarkan aku untuk bercermin kepada Dia yang menjadi pelaku ketaatan yang sejati: Yesus.


Kaul Kemiskinan

Kaul yang kedua ini, telah memberikan banyak konstribusi dalam hidup sehari-hari. Sebab, dari kemiskinan, saya terbantu untuk dapat melihat sesuatu dari manfaat, dan kegunaannya serta akan kelangsungan mendatang. Kemiskinan juga mengajarkan sikap sederhana yang tidak mudah untuk dijalani di zaman modern ini. sebab tidak lagi pada tempatnya untuk tidak mengikuti perkembangan mode, dan life style, yang sungguh menjadi bagian dari kehidupan manusia modern. Namun dengan mendalami kaul ini, saya setia untuk mengenakan jubah coklat saya yang tampak lusuh dimakan usia. Biarlah orang berkata apa, tetapi saya bisa berbicara ada apa rupanya.
Kaul ini, sungguh memberikan suatu pencerminan yang tidak tanggung, namun menyeluruh. Sifat menyeluruh ini dimaksudkan untuk senantiasa berserah kepada Tuhan dan menjadikan diri “haus” akan cinta dan kasih dari Allah, yang tidak menyurutkan diri kita pada pencarian hidup yang sejati. Sebab saya sependapat dari banyak orang yang mengatakan bahwa hidup di dunia ini adalah suatu peziarahan, dan kelak kita akan sampai pada tujuan dan tempat yang definitif.

Kaul Kemurniaan

Hidup murni, barangkali impian semua orang. Sebab tidak ada seorangpun yang mau hidupnya diracuni, apalagi dinodai. Tetapi sayangnya kita telah ter-racuni dan ter-nodai, oleh situasi, lingkungan, dan meluas pada zaman. Saya tidak bisa memungkiri itu semua. Sekarang, yang saya lakukan ialah memperkecil kemungkinan untuk  keracunan dan tidak banyak terkena noda. Artinya saya masih dalam perjuangan yang luar biasa ketat dan senantiasa mengawaskan diri. Namun, saya yakin sang teladan kemurnian pasti akan membantu saya. Agar saya semakin mengarahkan diri pada kehendakNya, semakin mantap menapaki jejak-Nya.

Kemurnian, memberikan jalan kepada saya untuk menjadikan diri saya sebagai pribadi yang berintegritas, memiliki komitmen, serta mampu untuk berdistansi dengan pola hidup yang mapan dan menggairahkan. 


PENDALAMAN

Kehidupan yang ku jalani saat ini, tidak terlepas dari peran dan kuasa dari DIA tuan kehidupan. DIa selalu hadir dikala aku, memerlukan dan mengalami kesulitan. DIa menghadirkan diri lewat udara yang setiap hari kuhirup dan menjadikan aku hidup. Dia  mendengarkan doa-doaku, dan sekaligus menjawabnya walau aku sendiri tidak tahu. Dia telah menjadi teman sekaligus sahabatku, dalam kerinduan manusiawiku. Dia menjadi penyemangatku, saat aku lelah dan putus asa. Dapat ku katakan separoh dari diriku berasal dari DIA.

Kata-kataku tidak terlepas dari ucapan rasa syukur dan rasa terimakasih yang mendalam, kepada persaudaraan, dan terlebih kepada DIA yang telah sanggup memberi ruang dan gerak bagi ku untuk mengapresiasikan diri dalam hidup sebagai saudara bagi semua. Semoga aku mampu terus berkanjang dan menemukan sang Putri Kemiskinan yang sejati. Serta meneguk air dari mata air yang sejati. - P. Aloysius Anong, OFMCap.



« PREV
NEXT »

No comments

Post a Comment