Slider Background

Your Blog Welcome Text

Blog Persaudaraan
Tempat Berbagi: Dari Kita - Oleh Kita - Untuk Dunia
Showing posts with label Hidup Pelayanan. Show all posts
Showing posts with label Hidup Pelayanan. Show all posts

Monday, December 14, 2015

RASAU JAYA - Para saudara muda Kapusin dari komunitas rumah pendidikan San Lorenzo-Pontianak diberi waktu untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dari kampus, lewat kegiatan kerasulan ke stasi-stasi pada hari Minggu. Mereka dijadwalkan dua kali sebulan untuk mengadakan kegiatan kerasulan ini. Di samping itu, ada juga yang kerasulan di bidang karya kategorial, seperti pendampingan ASMIKA, Ordo Fransiskan Sekular (OFS) dan Legio Maria. Pada kesempatan ini kami akan berbagi cerita tentang pengalaman tourne bersama Pastor Warsito dan Pak Beni ketika mengunjugi umat yang ada di stasi Gempar, Separok, Kancil dan Gunung Tamang. Keempat stasi itu berada dalam wilayah pelayanan Paroki Santa Theresia, Delta Kapuas (Rasau Jaya). 

Stasi-stasi itu terletak di tepi aliran sungai Kapuas. Jarak antara Pontianak ke lokasi kerasulan cukup jauh. Dibutuhkan waktu kurang lebih empat jam naik Speed Boat, bila jalur yang ditempuh adalah sungai. Jalur darat memang bisa dipilih sebagai jalan alternatif, namun kondisinya cukup berat karena jalan menuju ke stasi-stasi itu masih berupa tanah kuning. Selain itu, jembatan yang digunakan untuk menyeberangi sungai Kapuas juga belum tersedia. Maka, kami memilih jalur sungai karena jalur itu kami anggap sebagai akses tercepat untuk sampai ke stasi-stasi tersebut.

Kami berangkat dari dermaga sekolah pertukangan St. Yusuf pada hari Sabtu, pukul 15.00 WIB. Tetapi setelah setengah jam berada di atas Speed Boat, perjalanan kami menjadi terhalang oleh angin kencang yang disertai hujan deras. Cuaca buruk membuat Pak Beni, sang driver, tidak berani memacu kecepatan Speed Boat-nya karena jarak pandang yang sangat terbatas. Alhasil, perjalanan kami menjadi lebih lama.

Waktu terasa cepat berlalu. Di tengah perjalanan, petang pun mulai menggayut. Awan hitam yang menyelubungi langit semakin menambah gelapnya mayapada. Pekatnya malam ternyata membawa rintangan tersendiri bagi perjalanan kami. Speed boat yang kami tumpangi sempat kehilangan arah dan akhirnya kandas di atas permukaan air yang dangkal. Kejadian itu sempat membuat kami cemas, karena tidak pernah terlintas dalam pikiran kami bahwa ada bagian Sungai Kapuas yang tinggi airnya hanya selutut, apalagi posisi kami saat itu masih cukup jauh dari pantai. Baling-baling speed boat tersangkut di pasir, namun kesulitan itu berhasil kami atasi.

Supaya kejadian yang sama tidak terulang kembali, speed boat kemudian dikemudikan dengan lebih berhati-hati karena selain permukaan airnya dangkal, sampah kayu yang hanyut terbawa aliran sungai juga bisa merusak baling-baling apabila tertabrak. Syukurlah, berkat usaha dan doa yang disertai kepiawaian pak Beni dalam mengemudikan speed, perjalanan pun bisa kami lanjutkan dengan aman dan selamat. 


Pukul 19.10 WIB kami tiba di Stasi Gempar. Di tempat ini, salah seorang di antara kami harus bermalam, sementara tiga orang lagi harus melanjutkan perjalan menuju ke stasi-stasi berikutnya. Untunglah, beberapa umat di Stasi Gempar masih setia menunggu kedatangan kami, meskipun sebelumnya mereka telah berencana akan mengadakan acara penutupan bulan doa rosario pada pukul 19.00 WIB. Namun, karena kami datang terlambat maka doa rosario pun akhirnya bisa dilaksanakan mulai pukul 19.45 WIB, didampingi oleh Frater Aloysius yang bermalam di tempat ini.

Kami terus melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 20.30 WIB kami tiba di Stasi Separok, dan langsung menuju ke rumah ketua umat. Suasana tampak sepi. Kedatangan kami hanya disambut oleh bapak ketua umat dan beberapa umat, yang pada malam itu kebetulan sedang bertamu. Rupanya, stasi ini sengaja tidak mengadakan kegiatan doa rosario karena menurut informasi yang diterima, stasi mereka akan dikunjungi oleh frater dari  Stasi Gempar pada hari Minggunya, setelah kegiatan ibadat di sana selesai.

Keesokan harinya, hujan mengguyur bumi persada. Hari Minggu, yang seharusnya disambut dengan susana ceria, menjadi terasa sepi karena cuaca yang kurang bersahabat. Suhu udara terasa dingin karena mulai dari pagi hingga menjelang siang, hujan deras disertai angin kencang terus mengguyuri perkampungan. Umat yang hendak pergi ke gereja untuk beribadat pun menjadi terhalang. Ibadat Sabda, yang rencananya dimulai pukul 09.00 WIB, terpaksa ditunda dan akhirnya baru dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB. Walaupun tidak banyak umat yang hadir, Ibadat Sabda tetap dilaksanakan dan Sabda Allah tetap diwartakan dengan penuh sukacita.

Setelah perayaan Ibadat Sabda selesai, umat pulang ke rumah mereka masing-masing. Kami pun kembali ke rumah ketua umat untuk makan siang dan beristirahat sejenak, sambil menunggu kedatangan Pastor Warsito dan Pak Beni, yang merayakan Misa di stasi Gunung Tamang. Ketika mereka tiba di Separok, kami langsung berangkat menuju ke Stasi Gempar untuk menjemput saudara yang menginap di sana. Setiba di Stasi Gempar, kami singgah sebentar di rumah ketua umat dan disuguhkan dengan makanan ala kampung yang sederhana, tetapi lezat. Selesai santap siang bersama, kami kemudian kembali menuju ke Pontianak. Pax et Bonum. - Br. Roymundus, OFMCap.


0
Baca Selengkapnya >>>

Monday, November 23, 2015


SINGKAWANG - Belasan tenda lengkap dengan panggung utama sudah terpasang dan tertata rapi di halaman Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang. Hari itu, 23 November 2015 memang menjadi catatan tersendiri bagi umat Katolik Paroki Singkawang karena gelaran peringatan 110 Kapusin di Bumi Kalimantan akan dibuka secara resmi oleh P. Amandus Ambot OFMCap selaku Minister Propinsial Kapusin Pontianak. Acara yang dikemas dalam sebuah pesta rakyat itu rencananya akan digelar selama sepekan penuh. Inti yang hendak dimaknai adalah menimba semangat heroik para misionaris Kapusin perdana dalam menanamkan warta gembira di Bumi Borneo. Maka tidak salah bila tema yang diusung dalam gelaran ini adalah Menelusuri Jejak Sang Penebar Terang di Singkawang. Sekedar menengok sebentar ke belakang. Panitia 110 Kapusin mencoba meletakkan gelaran ini dalam bingkai edukasi, sosial dan seni budaya. Itulah misi yang diemban dalam gelaran kali ini.

Aspek edukasinya nampak dalam ajang pameran. Tidak kurang dari 10 instansi terlibat aktif dalam memeriahkan acara ini. Secara khusus stand Kapusin, SFIC, MTB dan Klaris Kapusines menyajikan pembelajaran bagi para pengunjung untuk mengingat kembali sejarah Singkawang di masa lalu. Foto-foto dan benda-benda yang akan dipamerkan diharapkan mampu mengajak pengunjung untuk bernostalgia ke masa lampau. Aspek sosialnya diwujudkan dengan memberikan konsultasi kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara gratis kepada para pengunjung. Stand yang digawangi oleh para medis dan dokter dari Rumah Sakit St Vincentius ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih yang nyata. Sedangkan aspek seni budayanya terjabarkan dengan jelas melalui pentas seni yang akan digelar selama sepekan ke depan mulai pukul 19.00 sampai 21.00. Ini menjadi pentasnya siswa-siswa sekolah Katolik se Kotamadya Singkawang. Mereka tak mau ketinggalan untuk menunjukkan kreasi dan kebolehannya. Seluruh rangkaian pesta ini akan memuncak dengan Misa Syukur yang akan dipersembahkan oleh Bapak Uskup Agung Pontianak pada hari Minggu, 27 November. Menurut rencana perayaan puncak ini juga akan dihadiri oleh Bpk Walikota Singkawang dan tokoh-tokoh lintas agama yang ada di Singkawang.

Kembali kepada acara pembukaan. Derasnya hujan yang mengguyur kota Singkawang sore itu tidak menyurutkan langkah umat Katolik untuk datang ke gereja yang sudah berusia lebih dari setengah abad itu. Sementara ini tak kalah sibuknya adalah 14 kring yang mulai menata menu jajanan pasar yang akan digelar untuk open house bagi para pengunjung di halaman gereja. Begitulah cara mereka melibatkan diri dalam pesta rakyat kali ini. Sangat murah dan meriah.

Dengan memakai payung dan jas hujan, umat terus berdatangan. Dari raut wajah umat tergambar antusiame yang tidak mau melewatkan momen yang sangat langka ini. Tepat pukul 15.00 gelaran pesta dimulai dengan memanjatkan doa Koronka Kerahiman Ilahi di gereja. Doa ini memang tidak bisa dilepaskan dari rancangan Bapa Suci yang mencanangkan tahun 2016 sebagai Tahun Suci Kerahiman Ilahi. Sementara doa Koronka masih dipanjatkan, lima penari sumpit sudah bersiap di halaman gereja. Begitu doa koronka selesai, P. Propinsial, P. Paroki Singkawang, Ketua DPP terpilih, Ketua Panitia 110 tahun Kapusin dan Sr Abdis Klaris Kapusines didaulat untuk menyumpit 5 balon sebagai tanda dimulainya pesta 110 Kapusin. Dengan gerakan yang luwes 5 penari sumpit menjemput dan menghantar kelima orang yang telah ditunjuk ke arena penyumpitan. Kepada mereka akhirnya diberikan masing-masing satu sumpit. Dan mata umat yang hadir tertuju kepada 5 balon. Gemuruh tepuk tangan menggema saat balon terakhir berhasil disumpit dan terbanglah spanduk perayaan 110 Tahun Kapusin.

Pembukaan pesta semakin semarak dengan pentas tari barongsai yang dimainkan secara apik oleh mahasiswa STIE Mulia Singkawang. Acara ini memberikan warna tersendiri dan menyempurnakan tarian sumpit, seolah mau mengatakan keragaman budaya yang ada di Singkawang. Di akhir tariannya, barongsai berkenan menjemput P. Ambot dan menghantarnya ke stand pameran. Di sana sudah menunggu acara berikutnya, yakni pengguntingan pita dan pembukaan pintu utama. Dengan pengguntingan pita maka secara resmi acara pameran pun dibuka. Para pengunjung dipersilahkan mengunjungi stand-stand pameran.

Dipenuhi rasa ingin tahu umat pun memasuki ruang pameran. Satu demi satu foto-foto dan benda-benda yang dipamerkan tak lepas dari pandangan mata. Ada satu sudut yang tidak pernah dilewatkan oleh para pengunjung. Mereka selalu singgah di sudut itu untuk melakukan sesi foto karena sudut itu dirancang oleh panitia pameran. Dengan latar belakang Gereja Singkawang tempo dulu dan sekarang, dilengkapi dengan sepeda onthel pengunjung bisa mengabadikan dirinya, seolah dirinya berada di masa lalu. Rancangan yang sungguh kreatif dan menarik.

Setelah puas berkeliling di stand-stand pameran, umat dipersilahkan untuk pindah ke halaman gereja Di sana sudah menunggu 14 stand jajanan kuliner khas Singkawang. Tanpa menunggu dikomando untuk kedua kalinya, umat pun tumpah ruah menuju halaman gereja untuk mencicipi hidangan yang disediakan secara gratis. Suasana persaudaraan begitu terasa karena semuanya berbaur menjadi satu. Acara open house menjadi penutup dari rangkaian pembukaan pesta 110 Kapusin di Singkawang.

Dalam wawancaranya dengan media cetak, P. Ambot mengungkapkan rasa bangga dan terimakasihnya kepada umat Singkawang. Dari gelaran ini P. Ambot mendapat kesan bahwa umat Singkawang menaruh perhatian yang besar kepada karya-karya Kapusin. Kecintaan umat kepada Kapusin tergambar dalam pesta ini. Harapan ke depan tentunya umat pun mampu menimba semangat para Kapusin dalam menerbarkan Sang Terang dan mewujudkannya dalam masa sekarang ini. Selamat pesta bagi Saudara-saudara Kapusin. - P. Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap.









FOTO-FOTO SELAMA PERAYAAN
110 TAHUN ORDO KAPUSIN DI BUMI KALIMANTAN









SUASANA SEPUTAR MISA SYUKUR & PUNCAK PERAYAAN
(Oleh P. Marius Tjhin, OFMCap.)



SELAMAT PESTA

0
Baca Selengkapnya >>>

Sunday, November 8, 2015


SANGGAU KAPUAS - Beberapa bulan yang lalu, Saudara-saudara Imam Muda Kapusin mengadakan event besar di Rumah Retret Laverna-Bunut, Sanggau Kapuas. Kegiatan bersejarah ini diadakan pada tanggal 28-30 Januari 2015. Event ini mereka namakan “Capuchin’s Camp” (CC). Event ini adalah event yang pertama kalinya. CC merangkul orang-orang muda Katolik yang ada di wilayah teritorial Paroki Kapusin, khsususnya Kapusin Provinsi Pontianak.

Ada sekitar 250-an Rekan Muda Katolik yang hadir. Mereka berasal dari 15 Paroki Kapusin Provinsi Pontianak: Paroki St. Maria Balai Sebut, Jangkang; Paroki Gembala Yang Baik - Kuala Dua; Paroki St. Yohanes – Balai Karangan; Paroki Salib Suci – Ngabang; Paroki Yohanes Pemandi – Pahauman; Paroki St. Maria – Nyarumkop; Paroki St. Yoseph – Sanggau Ledo; Paroki St. Fransiskus Assisi – Singkawang; Paroki Kristus Raja – Sambas; Paroki Nanga Bulik; Paroki St. Paulus – Pangkalan Bun; Paroki St. Sesilia – Pontianak; Paroki St. Theresia Delta Kapuas – Rasau Jaya; Paroki St. Fransiskus Assisi – Tebet, Jakarta. Dua paroki absen yakni Paroki Gembala Baik – Pontianak dan Paroki St. Yoseph Kathedral – Pontianak.

Event ini dikemas dalam dua bentuk. In door dan out door. Kegiatan in door diisi dengan ibadat, Misa dan penyampaian materi seputar “orang muda yang baik, beriman dan bersaudara”. Pada sesi ini, rekan-rekan muda ditemani oleh P. Joseph Juwono, OFMCap dan P. Iosephus Erwin, OFMCap. Mereka mengetengahkan bagaimana peran rekan  muda Katolik dalam membangun Gereja masa depan dan menjalin persahabatan yang baik, beriman dan bersaudara. Sementara, pada pembukaan acara Pater Provinsial Kapusin Pontianak, menyingung seputar kehidupan Fransiskus dari Assisi dan Fransiskan (Pengikut-pengikut Fransiskus), sebagai pentobat dan pembaharu Gereja yang tidak meninggalkan Gereja Katolik.

Kegiatan out door, dirangkai dengan Ibadat dan meditasi bersama dengan alam dan  berani kotor dan basah (outbound). Kegiatan outbound mendapat tempat utama di hati rekan muda. Sebab kegiatan ini sungguh-sungguh membuat mereka menyatu, kompak, satu dengan yang lain.

Setelah kegiatan berakhir, rekan-rekan muda diajak untuk menyaksikan acara pentahbisan Imam baru Kapusin di Paroki Gembala Yang Baik-Kuala Dua. Disela-sela bersantai setelah acara pentahbisan Imam, panitia berkeliling dan bertanya kepada peserta CC. Pertanyaan itu seputar kesan dan pesan mereka ketika dan setelah mengikuti CC.  Hampir semua rekan muda yang dimintai pendapatnya mengatakan “Seru, asyik, mantap”. Mereka berharap ada CC yang berikutnya. Dalam seloroh mereka berkata “aku ngak mau kawin dulu, sebelum ada CC yang kedua.” Beberapa pendamping dan pastor paroki yang juga ikut terlibat dalam kegiatan ini merasakan hal yang sama, seperti rekan-rekan muda peserta CC. Harapan mereka semoga dengan CC ini rekan-rekan muda semakin menyadari tugas dan tanggung jawab mereka sebagai orang yang beriman Katolik. Mewujudkan orang muda yang baik, beriman dan bersaudara. Saling kenal satu dengan yang lain. Apa yang menjadi harapan para pendamping dan Pastor Paroki, tentu juga menjadi harapan bagi Panitia CC. Jadi, para sahabat muda, kami tunggu kedatangan Anda di Capuchin's Camp II yang akan diselenggarakan di Tirta Ria dan Gunung Banuah pada tanggal 28-31 Januari 2016. Kali ini, acaranya akan lebih seru lagi! Pace e Bene. (Fr Aloysius Anong, OFMCap.)



7
Baca Selengkapnya >>>

Thursday, January 28, 2010

Sdr. Lianto Lim


GUNUNG BENUAH - Sebuah wawancara Sdr. Lianto Lim/Duta dengan P. Samuel Oton Sidin OFMCap untuk Majalah Duta edisi Januari 2010:

Pastor Samuel Oton Sidin, OFM. Cap. lahir di Peranuk, Bengkayang, 12 Desember 1954. Pada tahun 1984, ia ditahbiskan menjadi imam dari Ordo Kapusin. Setahun kemudian, ia berangkat ke Roma, Italia, untuk menempuh pendidikan doktorat di bidang spiritualitas fransiskan. Pada tahun 1990, pendidikan doctorat dari Antonianum, Roma, diselesaikan dengan disertasi berjudul: The Role of Creatures in Saint Francis’ Praising of God. Pakar fransiskanologi ini terlibat lama dalam bidang pendidikan calon imam Kapusin di Parapat dan Pematangsiantar, Sumatera Utara. Lianto dari Duta sempat berdialog dengan Pastor Samuel Oton Sidin (SOS), pendekar ekologi dari Gunung Benuah. Berikut petikan pembicaraannya.


Duta: Pater, sejatinya, gagasan apa yang ada di balik Rumah Pelangi (RP)?

SOS: Keberadaan RP tidak terlepas dari upaya untuk ikut secara nyata melestarikan lingkungan hidup. Ada banyak dasar untuk melakukan hal tersebut. Pertama, sebagai bagian dari kemanusiaan atau masyarakat manusia, bumi adalah satu-satunya tempat tinggal manusia. Siapa pun dia, punya tanggung jawab untuk memelihara “rumah” tempat tinggalnya ini. Kedua, sebagai orang beriman, kita menerima warta Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Kejadian 21:8; Allah memberi “kuasa” kepada manusia atas segala makhluk. Dalam perintah itu terkandung suatu tanggung jawab pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian alam seturut kehendak Allah. Selanjutnya, dalam kaitan dengan penebusan [Perjanjian Baru], manusia beserta seluruh alam ditebus: menjadi manusia dan alam baru. Seharusnya dengan itu, manusia dengan “rumah”-nya kembali pada posisi dan kondisi firdausi di mana mereka hidup dalam harmoni. Ketiga, sebagai fransiskan, kami mengikuti spiritualitas St. Fransiskus dari Assisi. Semua fransiskan dipanggil mencintai dan menyayangi alam. Bumi dengan segala isinya adalah buah karya Allah. Hormat dan cinta akan Allah tercermin dalam hormat dan cinta akan hasil karya-Nya. Keempat, coba simak kehidupan aktual kita. Kita berada pada saat bumi mengalami pemanasan global akibat pelbagai ulah manusia. Pada kenyataannya, bumi, rumah kita telah rusak. Sekecil apa pun upaya perbaikan dan pemeliharaan yang kita lakukan, sudah punya arti. Karya riil memang lebih bernilai daripada hanya wacana. Nah, dengan RP, diharapkan kapusin bisa tinggal menyatu dengan alam dalam upaya mewujudnyatakan hal-hal yang saya sebutkan tadi.


Duta: Konkritnya, bagaimana gagasan itu direalisasikan di RP?

SOS: Pertama, kita tinggal dalam hutan. Kedua, kita melindungi hutan yang masih ada. Ketiga, kita menanam pohon-pohon, terutama pohon buah-buahan dan pohon-pohon khas Kalimantan agar pelbagai jenisnya dapat dilestarikan. Keempat, kita mendirikan pusat pendidikan ekologis. Di RP, kita punya gedung pertemuan sederhana. Ada camping ground, tempat orang dengan leluasa menyatu dengan alam. Kita juga buat program pendidikan informal melalui rekoleksi, konferensi singkat, atau retret ekologis. Kelima, kelak kita akan menjadikan RP sebagai tempat wisata rohani dan ekologis.


Duta: Pater, apa reaksi atau respon masyarakat sekitar atas apa yang Pater lakukan di RP?

SOS: Masyarakat setempat masih sederhana. Pemahaman akan ekologi juga terbatas. Sebagian mendukung dan ambil bagian aktif melestarikan alam, sebagian lagi acuh tak acuh.


Duta: Lalu bagaimana dengan Pemda setempat? Apakah mereka pernah memberikan sokongan dana?

SOS: [Pastor Samuel terdiam sejenak, seraya melempar pandangan mata kosong dan dahi berkerut, dia menjawab pertanyaan Duta] Pemprov telah menyatakan dukungannya melalui Dinas Kehutanan dengan memberikan piagam penghargaan. Sejauh ini, kita baru mendapat bantuan “moril”. Dukungan finansial tidak ada. Kita harap lebih dari itu. Pemkab belum ada reaksi apa-apa. Mereka tidak proaktif mendukung. Mungkin karena mereka tidak tahu keberadaan kita.


Duta: Selama melakukan konservasi, apa saja kesulitan dan tantangan yang dihadapi RP?

SOS: Pertama, berhadapan dengan para penebang pohon: pohon-pohon di lahan kita pernah ditebang oleh orang luar. Kita coba mendatangi yang bersangkutan dan memberikan pemahaman agar tidak meneruskan kegiatannya di lahan kita. Di luar lahan kita, penebangan jalan terus, termasuk pengambilan cerucuk. Kedua, kesulitan keuangan. Kita tidak mendapat bantuan finansial dari mana pun. Namun kita coba jalan terus semampunya. Ketiga, sikap acuh tak acuh masyarakat. Sebagian besar masyarakat belum menangkap makna pelestarian lingkungan hidup. Hal itu terbukti dari penebangan yang tiada hentinya, termasuk penjualan tanah, eksploitasi tambang yang merusak alam, pembukaan lahan hutan tanaman industri, dan perkebunan sawit yang merambah hutan resapan air. Keempat, sikap yang kurang proaktif dari pemerintah, baik propinsi maupun kabupaten. Kami rasanya berjalan sendiri saja [tatapannya menerawang jauh ke hamparan “saudara-saudari” pepohonannya].


Duta: Mengapa diberi nama “Rumah Pelangi”?

SOS: Kata kunci “pelangi” diambil dari kisah Nabi Nuh. Setelah 40 hari 40 malam banjir raya menimpa manusia, muncul pelangi di cakrawala. Pelangi adalah tanda perdamaian dan harmoni dengan semua; Allah dan ciptaan-Nya, antara langit dan bumi dan dengan sekalian makhluk. Dengan memakai “pelangi” sebagai nama, kita berharap, rumah ini menjadi penebar harmoni. Setiap orang yang datang, datang dengan damai dan mau mengupayakan damai dengan semua. Dari rumah ini, kiranya muncul “pelangi” damai. Kita harap, simbol ini bisa menjadi kenyataan.



0
Baca Selengkapnya >>>