Slider Background

“Semua Kembang Bernyanyi Riang”: Selamat Jalan Pastor Sanding Tercinta!

Friday, February 3, 2017

“Semua Kembang Bernyanyi Riang”: Selamat Jalan Pastor Sanding Tercinta!



1 Februari 2017 akan terpatri jelas dalam hati dan ingatan saya sebagai hari yang mengejutkan. Mengejutkan karena dalam masa-masa penuh konsentrasi menjalani ujian semester, saya menerima kabar wafatnya Pastor Mateus Sanding. Cukup mengejutkan karena selama satu setengah tahun terakhir, saya tidak pernah menerima berita tentang situasi gawat darurat yg mungkin sedang dia hadapi baik terkait dengan penyakit tertentu maupun usianya yang sudah lanjut.

1 Februari 2017 juga akan terpatri dalam-dalam sebagai hari yang mengecewakan. Mengecewakan karena saya sedang jauh dari kemungkinan untuk bisa hadir secara fisik bersama umat dan para saudara se-Propinsi di sisi jenasah beliau. Saya tidak bisa hadir dalam doa-doa bersama dan ikut menghantarnya ke Pemakaman. Saya hanya bisa membayangkan dari jauh bagaimana suasana duka dan sibuknya para saudara bersama umat. Ada cinta dan kerinduan yang sangat kuat untuk hadir secara fisik, tetapi Roma - Pontianak terlalu jauh.

Syukur bahwa walaupun sangat jauh jarak membentang, namun saya (bersama Pastor Harmoko, Pastor Viktor dan Bruder Willem) tetap merasakan dan menghayati persekutuan iman dan kesatuan hati dalam doa dan ekaristi untuk beliau. Perasaan dan penghayatan iman yang sama, saya percaya ada juga di setiap hati dan pikiran setiap saudara di Timor Leste, Philipina, Australia dan Selandia Baru. Untuk mengobati kekecewaan atas ketidakhadiran secara langsung, saya putuskan untuk menulis dan mengirim ucapan selamat jalan ini. Semoga Pastor Propinsial bisa menyampaikannya atas nama kami yang tidak bisa hadir.

Kenangan hidupku bersama Pastor Sanding tidak lama, hanya berlangsung selama satu setengah tahun. Itu terjadi ketika saya menjalani masa formasi sebagai frater TOP di paroki Menjalin dari awal desember 2003 sampai akhir juni 2005. Soal sapaan dalam interaksi dengan beliau, pastor Yeremias Melis biasa menyapanya “Pastor Sanding”. Pastor Frederic Samri, saudara Benediktus Benik dan saudara Silvinus Senan menyapanya “Pastor Sanding” atau “Kakek Sanding”. Para katekis dan petugas paroki umumnya menyapanya “Kakek” atau “Pastor Sanding”. Umat Paroki Menjalin umumnya menyapanya “pastor Sanding”. Ada juga sejumlah kecil umat yang menyapanya “Pak Sanding”. Saya sendiri mulai dengan sapaan “Pastor Sanding” utk minggu-minggu awal dan kemudian berani membiasakan diri menyapanya “Kakek Sanding”, sapaan yang saya gunakan sampai sekarang.

Dibandingkan dengan Pastor Yeri, kebersamaan saya sangat singkat. Mereka berdua pernah hidup bersama sebagai rekan sekomunitas di Paroki Menjalin selama lebih dari 25 tahun. Karena itu, dari segi lamanya, masa satu setengah tahun yang sudah saya lalui bersamanya seperti tidak berarti. Kenyataannya tidak demikian. Meskipun singkat, kehadirannya berkesan dan membekas kuat bagi pertumbuhan dan penguatan pilihan hidupku sebagai saudara Kapusin Propinsi Pontianak. Apa rupanya keutamaan-keutamaan Pastor Sanding yang sudah turut membantu menguatkan dan menumbuhkan semangat untuk pilihan hidupku sebagai saudara Kapusin?

Tentu ada banyak dan saya hanya akan bagikan 2 untuk kesempatan ini. Saya ingin mengawali 2 catatan hatiku dengan catatan sejarah tentang saudara kapusin pertama asal Monterado-Indonesia, almarhum Pastor Pacificus Bong Ofm Cap. Dalam buku A History of Christianity in Indonesia (hlm. 507), Karel Steenbrink memasukkan juga kutipan tentang kesaksian dari seorang saudara kapusin belanda, Gentilis Aster tentang saudaranya almarhum Pastor kita Pacificus Bong sebagai berikut:

“(He is) A small, quiet man with a soft voice and quiet manners. In company his presence was barely noticed, because he does not say much and only gives his opinion when asked for it. But then he would give it in short, but precise wording, identifying the matter in a touching way. Someone who knows how to listen, surprising everybody by his balanced wisdom free from emotions.”

Terjemahannya kira-kira demikian: “Dia adalah seorang pria berperawakan kecil dan pendiam, dengan suara yang lembut dan pembawaan yang tenang. Dalam kebersamaan, kehadirannya sering luput dari perhatian, karena dia tidak banyak bicara dan hanya memberikan pendapatnya kalau diminta. Saat diminta, dia akan menyampaikannya secara singkat namun dengan pilihan kata-kata yang tepat, mengacu pada pokok persoalan, dengan cara yang menyentuh hati. Dia seorang yang tahu bagaimana mendengarkan. Dan dia mengejutkan siapapun dengan kebijaksanaan yang seimbang, bebas dari belenggu perasaan dan prasangka.” Kutipan ini terlintas dalam benak saya ketika mencoba mengingat dan merenungkan kenangan-kenangan indah dalam hidup bersama sebagai saudara kapusin dengan Kakek Sanding.

Catatan hati pertama adalah Kakek Sanding sebagai figur kapusin yang gembira dan penuh sukacita. Setengah dari judul ucapan selamat jalan ini mengambarkan kekhasannya itu. “Semua Kembang Bernyanyi Riang” adalah judul lagu kesukaannya. Kita pasti kenal lagu itu karena nadanya sama dengan lagu “Semua Bunga Ikut Bernyanyi” dari Madah bakti no. 477. Saya diberitahu ketika menanyakannya langsung dalam satu kesempatan, lebih sebagai persiapan komunitas untuk tampil memeriahkan perayaan 100 tahun misi Kapusin di Indonesia. Masih ada 1 atau 2 lagu lain yang tidak bisa lagi saya ingat. Sejauh pengalaman saya, lagu “Semua Kembang Bernyanyi Riang” bisa dinyanyikan sendiri dengan penuh semangat oleh Kakek Sanding, lengkap dengan ekspresi wajah dan gerak tubuhnya. Beberapa kali saya ikut berbahagia karena menemaninya bernyanyi bersama iringan gitar. Saudara Senan pasti mudah mengingat kembali aksi rekreatif spontan ini, ditemani 1 botol bir untuk mereka berdua dan 1 kaleng lasegar untuk saya. Bagi saya, “Semua Kembang Bernyanyi Riang” menjadi ungkapan dari kegembiraannya yg alami sebagai kapusin, bersama semesta dalam pilihan hidup sebagai saudara, bersama dan dalam pelayannanya bagi saudara yang lain dan umat Allah.

Catatan hati kedua adalah Kakek Sanding sebagai figur kapusin yang bersaudara dengan semua orang dan memperlakukan semua orang dengan rasa hormat yang sama. Proses adaptasi dan integrasi saya ke dalam dinamika hidup komunitas kapusin dan gereja lokal di Paroki Menjalin menjadi relatif lancar karena banyak terbantu oleh kehadiran dan teladan Kakek Sanding. Sebagai kapusin muda yang datang dari luar Kalimantan, saya memerlukan waktu dan kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan tumbuhnya perasaan at home. Tuntutan untuk memulai hidup di tempat baru, bersama orang baru, dengan suasana yang baru selalu diawali dengan rasa asing dan was-was apakah akan di terima atau ditolak, dipandang dan diperlakukan sebagai bagian dari komunitas atau sekadar penumpang sementara. Saya harus mengakui bahwa perhatian, rasa hormat, kehangatan dan keramahan yang Kakek Sanding tunjukkan sejak hari pertama saya tiba di Menjalin (15 Desember 2003) sampai hari terakhir (26 Juni 2005), terutama di saat-saat sulit, membuat saya merasa “di rumah” dan bersama saudara.

Oleh karena itu, bersama semua kembang di taman hati dan alam lepas, hati saya bersyukur dalam nyanyian riang penuh syukur untuk kehadiranmu yang menyentuh, menggembirakan dan menguatkan dalam perjalanan sejarah pribadi setiap saudara dan saudari, juga sejarah kolektif kapusin dan Gereja Indonesia. “Semua Kembang Bernyanyi Riang: Selamat Jalan Pastor Sanding Tercinta” adalah sapaan kami semua untukmu. Saya menyapamu dan akan selalu mengingatmu sebagai “Kakek Sanding” tentu karena cocok untuk pria seusiamu yang memang sudah sepuh dan pantas kami panggil “Kakek”. Namun saya menggunakannya juga dengan perasaan dan makna lain yang lebih dari sekedar usia 81 tahun masa hidupmu. Saya menyapamu dan akan selalu mengingatmu sebagai “Kakek Sanding” lebih sebagai ungkapan kedekatan dan rasa kasih sayang sebagai saudara yang telah kau sentuh dengan kegembiraanmu yang alami, perhatianmu yang tulus, keramahanmu yang hangat, dan rasa hormatmu yang tidak membedakan warna dan umur.

Semoga bagi semua saudara dan umat,engkau akan selalu dikenang dan dirindukan sebagai pribadi kapusin dengan catatan sejarah yang baik seperti kutipan untuk almarhum Pastor Pasificus Bong. Bagi saya Kakek Sanding selalu menjadi “A great man with a loud voice but a gentle heart and quiet manners”. Mungkin benar bahwa dalam distribusi tanggung jawab pelayanan, Kakek Sanding selalu menjadi Pastor Pembantu Paroki dan tidak sekali pun mendapat tanggung jawab sebagai Pastor Kepala Paroki. Dengan demikian, bisa saja ada kesan bahwa “in company your presence was barely noticed, because you did not say much and only give your opinion when asked for it. Namun untuk saya “you always give it in short, but precise wording, identifying the matter in a touching way”. Saya menjadi saksi bahwa Kakek Sanding telah hadir sebagai someone who knows how to listen, surprising me and everybody by your balanced wisdom free from emotions. Selamat Jalan Kakek Sanding Tercinta! Semua kembang Bernyanyi Riang bersama doa dan cinta kami untuk mengiringi perjalananmu kembali ke rumah Bapa kita. Amin. - P. Isidorus Yoseph Jawa, OFMCap. (Roma, Jumat 3 Februari 2017)



« PREV
NEXT »

No comments

Post a Comment