Slider Background

Your Blog Welcome Text

Blog Persaudaraan
Tempat Berbagi: Dari Kita - Oleh Kita - Untuk Dunia
Showing posts with label Sejarah Ordo. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Ordo. Show all posts

Wednesday, February 1, 2017

Pastor Mattheus Sanding OFMCap, atau yang lebih akrab disapa P. Sanding, lahir di Nyandang, Sanggau Kapuas, pada tanggal 23 Desember 1935 dari sebuah keluarga petani sederhana. Beliau adalah anak pertama dari lima bersaudara. Pada masa kecilnya, beliau tidak pernah bercita-cita menjadi seorang imam. Namun, beliau kemudian mengagumi figur pastor-pastor misionaris Ordo Kapusin dari Belanda dan mulai tertarik dengan jubah coklatnya. Maka setelah menamatkan jenjang Sekolah Rendah (SR), beliau memutuskan untuk masuk ke Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop dan bercita-cita menjadi imam Kapusin.

Sejak masa mudanya, P, Sanding sudah memiliki devosi yang mendalam kepada Santa Perawan Maria. Devosi ini pulalah yang dihidupi dan dijalankannya dengan setia sampai akhir hayatnya. Melihat adanya potensi yang baik dalam diri P. Sanding yang kala itu masih muda, P. Honorius van den Heijde, OFMCap. – selaku Pimpinan Umum Persekolahan Nyarumkop – meluluskan permohonannya sebagai calon novis Ordo Kapusin. 

P. Sanding menempuh pendidikan tahap pertamanya di Novisiat St. Fidelis, Parapat, Sumatera Utara. Beliau diterima sebagai calon novis pada tanggal 01 Agustus 1959. Satu tahun kemudian, tepatnya tanggal 02 Agustus 1960, beliau diperkenankan untuk mengucapkan kaul perdananya di hadapan P. Marianus van den Acker, OFMCap., Magister Novisiat dan Superior Regularis Ordo Kapusin Indonesia pada waktu itu. Dengan penerimaan kaulnya ini, P. Sanding dinobatkan sebagai orang Dayak pertama yang menjadi imam dalam persaudaraan Ordo Kapusin di Indonesia. Tahun berikutnya (1961) Mgr. Hieronymus Bumbun, uskup Emeritus Keuskupan Agung Pontianak, menyusul dan mengikuti jejaknya.

P. Sanding selalu bangga dengan masa-masa pendidikannya di STFT (Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi) yang kala itu berpusat di Parapat. Pada waktu itu, ada sekitar 13 dosen yang dengan setia mengajarinya. “Saya selalu menjadi juara pertama di kelas,” demikian selorohnya. Betapa tidak, dosen-dosen tersebut hanya memiliki satu orang murid, P. Sanding!

Komitmen P. Sanding untuk menjalani hidup sebagai seorang biawaran Ordo Kapusin dari hari ke hari semakin kokoh. Itulah sebabnya pada tanggal 02 Agustus 1963, beliau dengan penuh ketetapan hati mengikrarkan kaul kekalnya di hadapan pimpinan pada waktu itu, P. Gonzalvus Snijders, OFMCap. Pengikraran kaul kekal ini sekaligus menjadi tanda bahwa seluruh hidup dan baktinya akan didedikasikan bagi Allah, Ordo Kapusin, dan umat yang dilayaninya. Tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 05 Maret 1966, P. Sanding menerima tahbisan imamat suci dari Uskup Agung Pontianak yang pertama, Mgr. Herculanus J.M. van der Burgt, OFMCap. Jejaknya menjadi seorang imam Ordo Kapusin ini kelak akan diikuti pula oleh adik kandungnya, P. Paduanus Aga, OFMCap. yang juga masuk sebagai calon novis Kapusin pada tanggal 12 Januari 1976.

Setelah pentahbisannya, P. Sanding ditunjuk untuk membantu pelayanan di Paroki Singkawang selama tiga tahun (1966-1969). Namun karena kebutuhan umat yang semakin meningkat, sementara jumlah tenaga imam belum memadai, beliau kemudian ditugaskan sebagai pastor rekan di Paroki Pahauman selama enam tahun (1969-1975). Dari sana, beliau kemudian diutus untuk melayani di Paroki Batang Tarang selama empat tahun (1975-1979). Beliaulah perintis awal berdirinya gereja Katolik di Sosok, Tayan Hulu (sekarang Paroki Kristus Raja, Sosok).

Tempat P. Sanding melayani paling lama adalah di Paroki Menjalin, Mempawah Hulu (dan Tiang Tanjung). Selama kurang lebih 30 tahun (1979-2009), beliau melayani umat di paroki ini tanpa kenal lelah. Selain menangani tugas parokial, P. Sanding juga merupakan anggota aktif team pengelola Majalah Paroki, Batakki (Berita Antar Kampung Kita). 

Pada tahun 2009 beliau diminta oleh pimpinan untuk pindah dan memperkuat personil di Propinsialat Ordo Kapusin Pontianak, Sei Raya. Kehadiran P. Sanding di komunitas pusat ini sungguh membawa berkat dan nuansa tersendiri. Beliau adalah sosok pendoa yang ulung dan memiliki devosi istimewa kepada Bunda Maria; beliau juga sering memberikan berkat untuk para saudara muda yang meminta doanya. Di samping itu, kepribadiannya yang ceria dan humoris mampu menghidupkan suasana yang kaku menjadi akrab, di mana pun beliau berada. Bahkan dalam acara pertemuan para imam muda (IMUD), beliau seringkali menyempatkan diri untuk hadir dan bersenda-gurau dengan para imam lain yang berusia jauh di bawahnya. Kendati sering diejek oleh para saudara yang lebih muda, beliau tidak pernah marah. Terkait hal ini, P. Faustus Bagara, OFMCap. memberikan kesannya, “dia sumber kegembiraan bagi komunitas, setia dalam doa, tidak mau merepotkan.”

P. Sanding juga terkenal dengan semangat kerja kerasnya, beliau tidak pernah diam. Sekali diberi kepercayaan untuk menekuni sebuah pekerjaan, hal tersebut akan dikerjakan sebisa-bisanya sampai tuntas. Lebih daripada itu, keutamaan lain yang dimiliki oleh P. Sanding adalah kesederhanaan dalam hidup. Beliau tidak memiliki banyak tuntutan dalam hidup, dan dengan senang hati menggunakan apa saja yang diberikan oleh persaudaraan kepadanya. Maka dengan sendirinya, beliau merupakan salah satu figur teladan bagi para saudara muda Ordo Kapusin Propinsi Pontianak maupun seluruh umat.

Satu hal yang agak sulit untuk diterka dari P. Sanding adalah untuk memastikan apakah beliau sedang sakit atau sehat-sehat saja. Kerapkali, beliau pandai menyembunyikan perasaan sakitnya agar tidak diketahui oleh orang lain. Beliau tidak ingin menyusahkan para saudaranya dan karenanya sangat jarang mengeluh ketika sakit. Itulah yang terjadi pada tanggal 01 Februari 2017. Tanpa ada keluh-kesah ataupun tanda-tanda aneh sebelumnya, P. Sanding tiba-tiba ditemukan telah meninggal dunia pada saat jam tidur siangnya, yakni sekitar jam 16.00 WIB. Terkait hal ini, P. Iosephus Erwin, OFMCap. berkomentar, “saudara yang sederhana itu telah pergi dengan cara yang sederhana pula.”

Pemazmur berkata, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun” (Mzm. 90:10). P. Sanding menutup usia pada umur 81 tahun; menjalani hidup sebagai biarawan Kapusin selama 57 tahun; dan melayani sebagai imam lebih dari 50 tahun. Selamat jalan saudara kami yang baik, selamat berpisah kakek tercinta… Kami percaya bahwa Allah menerimamu dalam kebahagiaan para kudus-Nya di surga. Doakanlah kami yang masih berziarah di dunia ini. - P. Pionius Hendi, OFMCap.


NB: Misa Requiem dilaksanakan pada hari Jumat, 03 Februari 2017, jam 9.00 WIB. Jenazahnya dimakamkan di tempat peristirahatannya yang terakhir, di Pemakaman Santo Yusuf, Sungai Raya, Pontianak.



0
Baca Selengkapnya >>>

Sunday, June 26, 2016

Ordo Saudara-saudara Dina lahir pada tanggal 16 April 1209, ketika Fransiskus Assisi bersama Bernardus dari Quintavalle dan Petrus Catanii tiga kali membuka buku Injil dan melaksanakan Sabda Allah yang mereka temukan itu. Fransiskus mencatatnya dalam sebuah Anggaran Dasar singkat yang disahkan secara lisan oleh Paus Innocentius III.

Fransiskus adalah pemimpin dan pendiri Ordo yang baru ini, dan ia pula yang memilih namanya: "Ordo Saudara-saudara Dina" (Ordo Fratrum Minorum). Ordo ini berkembang dengan pesatnya, di Eropa dan juga di Timur Tengah. Para saudara hidup sebagai perantau dan pewarta Injil, di bawah bimbingan satu minister dan hamba seluruh persaudaraan. Dari waktu ke waktu, mereka semua berkumpul untuk membicarakan cara hidup mereka dan menimba semangat baru. Cara hidup mereka dilukiskan dalam Anggaran Dasar yang mengikuti perkembangan hidup persaudaraan. Pada tanggal 29 Nopember 1223, Paus Honorius III mengesahkan Anggaran Dasar ini secara definitif.

Cara hidup Saudara-saudara Dina memang baru dan sangat menarik bagi banyak orang, tetapi tidak selalu mudah. Hidup merantau sambil mewartakan Injil menuntut semangat religius sejati dan hanya cocok bagi orang yang matang. Padahal, mula-mula penyaringan calon dan pendidikan saudara baru kurang diperhatikan. Sehingga ada saudara yang hidup secara tak teratur, yang berkeliaran di luar ketaatan, dan ketularan ajaran sesat (bidaah). Demikian pula persaudaraan muda ini telah tergantung dari pribadi Fransiskus sendiri.

Untuk menanggulangi kesulitan itu, Fransiskus minta bantuan Kuria Roma, khususnya Kardinal Hugolino, yang kemudian menjadi Paus Gregorius IX. Maka para calon diwajibkan menempuh tahun novisiat sebelum mengucapkan kaul. Para saudara mulai menetap di rumah biara yang dipimpin oleh seorang guardian dan mempunyai tata harian seperti lazim bagi semua biarawan. Ikatan dengan Gereja diperteguh melalui jabatan kardinal protektor, dan bahaya bidaah ditangkis dengan pen- didikan teologi yang baik.

Ketika Fransiskus meninggal dunia pada tahun 1226, Ordo Saudara-saudara Dina tersebar di hampir seluruh Eropah dan di Timur Tengah. Jumlah saudara kira-kira 5000 orang, terbagi atas 12 - 13 propinsi.

(Sumber: Sejarah Ordo Saudara-Saudara Dina Kapusin 1525-1990. Parapat: 1990).
0
Baca Selengkapnya >>>

Monday, June 29, 2015

P. Egidius Egiono OFMCap.

Sejarah Ordo Kapusin Propinsi Pontianak tidak dapat dilukiskan tanpa kaitannya dengan pendirian Keuskupan Agung Pontianak. Para Biarawan Kapusin adalah pionir dalam pendirian paroki-paroki dan Keuskupan Agung Pontianak. Misi Kapusin di Kalimantan dimulai pada tanggal 30 November 1905, tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat. Misi ini dirintis oleh empat orang Kapusin dari Belanda, yaitu: Pater Pasificus Boos, Pater Eugenius, Bruder Wilhelmus, dan Bruder Theodovicus. Misi ini sebenarnya melanjutkan misi yang telah dimulai oleh Ordo Jesuit yang melayani Indonesia pada waktu itu.
Singkawang adalah stasi pertama. Umat Katolik di Singkawang pada waktu itu sekitar 300-an orang Tionghoa. Pada Tahun 1906 Para Kapusin berangkat ke Sejiram dan mendirikan sebuah paroki. Pada tahun 1908 mereka mendirikan sebuah Paroki di Lanjak. Kemudian, datang dua orang misionaris baru Kapusin di Kalimantan Barat. Pada tahun 1907, kedua-duanya ditempatkan di Laham Kalimantan Timur. Pada tahun yang sama yakni tahun 1907 didirikan Paroki Pemangkat, Paroki Pontianak tahun 1909, Paroki Sambas tahun 1914, Paroki Nyarumkop pada tahun 1916, dan Paroki Sanggau tahun 1925. Pada permulaan karya misi di Kalimantan Barat tidaklah begitu mudah. Oleh karena itu, para misionaris mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk menarik kaum muda. Lembaga-lembaga pendidikan itu antara lain: Sekolah Pertukangan di Singkawang tahun 1913, Pusat Pendidikan di Nyarungkop pada tahun 1913, dan Sekolah Pertukangan di Pontianak pada tahun 1928. Sekolah-sekolah ini pada akhirnya menghasilkan tokoh- tokoh Gereja di Kalimantan Barat.

Pulau Kalimantan adalah daerah misi yang terbesar, sebab itu pada tahun 1925, Wilayah Sintang diserahkan ke Serikat Maria Montfortan (SMM). Pada tahun 1926 misi Kapusin di Kalimantan Timur diserahkan kepada Kongregasi MSF dan sesudah penjajahan Jepang, karya misi di Ketapang diserahkan kepada Kongregasi Passionis. Pada waktu itu, Mgr. Pacificus Boos OFMCap adalah Prefect Apostolic yang kemudian menjadi Vicaris Apostilic pertama. Ketika dia sakit, dia digantikan oleh Mgr. Tarcicius Van Valenberg OFMCap.

Pada Tahun 1942-1945, semua misionaris di Kalimantan Barat dipenjara di Kuching- Sarawak, Malaysia oleh penjajah Jepang. Setelah selesai masa penjajahan, pada tahun 1957, Mgr. Herkulanus Van den Berg OFMCap menggantikan Mgr. Tarcicius OFMCap. Pada tahun yang sama, tiba di Kalimantan Barat tiga orang Misionaris Kapusin dari Swiss, yakni: Pater Franz Xaver Brantschen OFMCap, Pater Ewald Beck OFMCap, Pater Rene Roscy OFMCap. Sementara itu para kapusin dari Propinsi Belanda melaksanakan karya misi mereka di Tanzania. Ini disebabkan karena para misionaris dari Belanda tidak lagi diijinkan masuk di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1934, Fr. Pacifikus Bong OFMCap, Kapusin Indonesia pertama ditahbiskan sebagai seorang imam. Tahun 1966 menyusul Fr. Matheus Sanding OFMCap menerima tahbisan imamat dan tahun 1967 Fr. Hieronymus Bumbun OFMCap juga ditahbiskan menjadi imam. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1977 Pater Hieronymus Bumbun OFMCap ditahbiskan menjadi seorang uskup dari Keuskupan Agung Pontianak, Kalimantan Barat.

Karena jumlah para Kapusin di Indonesia semakin bertambah, pada tanggal 31 Januari 1976 Propinsi Kapusin Indonesia didirikan. Propinsi Kapusin Indonesia terdiri dari tiga Regio, yakni: Regio Kapusin Medan, Regio Kapusin Pontianak dan Regio Kapusin Sibolga. Propinsial pertama Kapusin Indonesia adalah Pater Gonsalvus Snijders OFMCap; Propinsial kedua adalah Pater Barnabas Winkler OFMCap, sementara Superior pertama Kapusin Regio Pontianak adalah Pater Amantius Pidjenburg OFMCap.

Selain itu, karena jumlah Kapusin Indonesia semakin bertambah significan dan karena alasan geografis, pada tanggal 2 Februari 1994, Propinsi Kapusin Indonesia dibagi menjadi tiga Propinsi, yakni: Propinsi Kapusin Medan, Propinsi Kapusin Pontianak dan propinsi Kapusin Sibolga. Sampai saat ini ketiga propinsi Kapusin telah bekerjasama, terutama dalam bidang pendidikan para calon kapusin di Pematangsiantar, Sumatra Utara. Sekarang ini Kapusin di Propinsi Pontianak berjumlah 139 orang termasuk postulan dan novis (s/d Maret 2015). Para saudara kapusin berkarya di di Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangkaraya, dan Keuskupan Agung Jakarta. Beberapa dari mereka sedang berkarya di Australia, New Zealand, Timor Leste dan Roma, dan beberapa orang sedang studi lanjut di Roma, Philippina dan Indonesia. Karya-karya para Kapusin antara lain di Paroki-paroki, Rumah Retret, Persekolahan, Asrama, LSM dan sebagainya.



0
Baca Selengkapnya >>>