Slider Background

Memaafkan Itu Membebaskan

Saturday, November 7, 2015

Memaafkan Itu Membebaskan

Fr. Aloysius Anong, OFMCap.

Kata maaf” adalah ungkapan biasa yang sering kita dengar dan ucapkan. Bahkan dalam bahasa asingpun gampang diucapkan “sorry” artinya sama yaitu “maaf”. Selain suku katanya sedikit, kata ini juga gampang dalam pelafalannya. Kata “Maaf” meskipun hanya empat huruf, tetapi menuntut keberanian dari seseorang untuk mengucapkannya. Mengatakan maaf itu mudah. Melaksanakan makna yang terkandung di dalamnya itu yang tidak gampang.

Memaafkan
Memaafkan adalah pekerjaan, aktivitas yang menjadikan seseorang merasa nyaman, memberikan rasa lega dan sakit, yang disebabkan oleh amarah dan dendam. Memaafkan merupakan suatu pengalaman adanya suatu perpindahan dari suatu peristiwa yang tidak mengenakan beralih menjadi peristiwa yang membebaskan.
Memaafkan itu berarti membebaskan. Artinya dengan tindakan itu kita melepaskan seluruh kekecewaan, kegelisahan, benci, marah, sakit hati, dan dendam di dalam diri kita sendiri. Seraya itu pula kita ingin membuka diri untuk membangun pribadi yang dewasa dalam pola pikir, sikap dan tindakan yang positif dalam menata kehidupan. Memaafkan juga menjadi suatu pembelajaran berharga bagi kita. Karena memaafkan menuntut kerendahan hati, dan keterbukaan diri bagi orang lain.

Memaafkan diri
Sebagai makhluk ciptaan kita harus sadar bahwa kita tidak sempurna. Cerminan ini hendaknya menghantar kita untuk bisa memberikan maaf kepada sesama yang telah berlaku tidak adil. Setelah, kita bisa memaafkan orang lain, kita juga harus belajar memaafkan diri sendiri. Tindakan ini, menandakan diri kita adalah bagian dari makhluk ciptaan, yang tidak sempurna. Masa lalu, biarlah berlalu dan tidak perlu diungkit lagi. Kita mesti belajar untuk menerima diri apa adanya. Dengan itu, kita berani untuk membuka lembaran baru dalam hidup.
Tentulah untuk memaafkan diri sendiri, tidak seperti kita memaafkan orang lain. Memaafkan diri memerlukan suatu permenungan dan refleksi yang mendalam. Artinya, kita mau mengenali diri kita secara penuh sebagai manusia yang tidak sempurna. Kita mau membuka diri untuk kelemahan dan kelebihan diri kita. Mampu berdialog dengan batin sendiri “menelanjangi” diri dihadapan diri kita. Maka, tuntutan kepada kita ialah menarik diri dari segala kesibukan hidup harian kita “menyepi”.
Setelah pemeriksaan batin, dan sungguh mau mengakui dan menyadari semua kekurangan dan kelebihan kita, maka kita bisa mengucapkan kata maaf untuk diri sendiri, yang telah membuat orang lain sakit hati. Kita mau dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Introfeksi secara mendalam dan total. Tindakan ini adalah hal yang paling “kecil“ tetapi sangat berarti. Karena menuntut suatu kesungguhan-kesadaran yang mendalam.

Memaafkan orang lain
Setelah kita berdamai dengan diri sendiri, maka kita juga harus bisa berdamai dengan orang lain. Bagaimana caranya, ialah dengan memaafkan orang yang telah menyakiti kita. Tentu ini akan menjadi berat jika tidak kita mulai terlebih dahulu dengan diri sendiri. Semuanya akan menjadi mustahil, apabila kita sendiri tidak berani untuk memaafkan diri sendiri. Jadi keduanya harus berjalan beriringan.
Barangkali kita masih ingat akan peristiwa penembakan almarhum Paus Yohanes Paulus II oleh Mehmet Ali Agca. Bagaimana sikap  almarhum Sri Paus Yohanes Paulus II kepada si pelaku? Apakah ia mengutuk sipelaku dan kru-krunya. Tidak! Sebaliknya, beliau membukakan pintu maaf serta berdoa bagi Ali Agca. Bahkan, setelah sembuh dari lukanya Bapa Paus pergi menjenguk Ali, dan berbicara secara kasih persaudaraan.
Tindakan Bapa Suci di atas bukan tidak mungkin kita perbuat dan laksanakan. Bahkan bisa lebih dari itu asalkan kita mau. Yesus sendiri telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus mengampuni. "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk23:34). Yesus sanggup memberikan maaf kepada orang-orang yang ikut menyalibkan Dia, termasuk di dalamnya ialah kita. Bahkan, Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Ia memberikan jaminan kepada seorang penyamun untuk hadir bersama dengan dirinya di firdaus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."(Luk 23: 43). Ajaran dan teladan dari kedua tokoh suci di atas bisa kita jadikan sebagai permenungan dalam hidup kita, untuk semakin menghargai sesama.
Dengan memberikan maaf kepada orang lain. Kita bisa memperoleh dua hal yakni membebaskan orang itu dari segala kesalahannya. Kedua, ialah kebebasan diri kita sendiri. Menurut Lewis B. Smedes ada empat keuntungan yang kita peroleh ketika kita memaafkan. diantaranya ialah: pertama,  kita bisa membebaskan diri kita dari perasaan tersiksa, gelisah, dan susah karena benci. Selain itu kita bisa membangun suatu sikap “Positif Thingking” atau berpikir jernih. Kedua, kita tidak menjadi hakim bagi diri sendiri, dan terhindar dari keinginan menyiksa diri dengan narkoba atau minuman keras. Ketiga, kita siap menuju hidup baru, menyongsong hari esok dengan luwes dan lebih cerah. Dan yang keempat, kita menciptakan kedamaian, serta menghargai hidup di tengah manusia lain. Dengan demikian kita semakin menjadi manusia yang utuh dan terintegrasi.


***††††††††††††††***

Memaafkan adalah suatu sikap untuk menuju ke arah “Positif Thingking“ atau berpikir jernih. Dengan berpikir jernih kita bisa dan berani untuk membuka diri secara universal kepada orang lain diluar diri kita. Memaafkan, juga  merupakan suatu pilihan dalam hidup. Dengan “memaafkan“ berarti kita memilih satu pilihan yang selama ini di lupakan dan dijauhi. 
Memberi maaf berarti kita menawarkan suatu kehidupan yang baru. Kita mau hidup bersama dengan kedamaian dan ketenangan. Maka, mari kita untuk berani memaafkan diri sendiri dengan terus menggali nilai-nilai kerohanian kita, dan memaafkan orang ain yang telah menyakiti hati kita secara tulus ikhlas, dan tanpa pamrih. Dengan demikian kita menjadi pelopor yang bebas dan membebaskan, baik di lingkungan sekitar kita maupun di dalam diri kita sendiri. Damaiku Bagimu.


« PREV
NEXT »

No comments

Post a Comment