Slider Background

May 2015

Friday, May 15, 2015

Menjadikan Yesus Kristus Tidak Sekedar “Idola” Sejati Kita

P. Gabriel Marcel OFMCap.


Siapa idola kita? Mengapa kita perlu “idola” atau tepat orang, figur yang menginspirasikan atau dapat dijadikan panutan bagi kita? Tentu bagi kita YK tak sekedar jadi idola, karena Ia adalah Penyelamat bagi kita.

Kalau idola bagi kita bisa menjadi berbeda. Mengapa jadi bisa lain, karena setiap orang dari kita memiliki pandangan, ide, cita-cita, impian akan orang atau apa yang ingin lakukan. Soal idola taklah salah bila kita berbeda. Lalu mengapa kita mengidolakan seseorang? Bisa jadi karena orang ini atau
itu memenuhi “kerinduan” atau “impian” saya. Dalam diri atau pribadi orang itu terdapat hal-hal yang ingin kita miliki atau figur itu bisa memenuhi “kehausan” hati kita. Lebih jauh, kehadiran sang panutan itu menggerakkan kita untuk lebih kreatif, membuat kita makin bergairah dan bahkan semangat hidup berlipat ganda, bahkan kita jadi rajin dalam menjalani tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan kepada kita.

Kalau kita sudah memiliki idola atau panutan yang patut digugu dan ditiru, maka kita sebenarnya sudah mengenal lebih dalam orang yang kita sukai dan layak dijadikan teladan bagi kita. Nah, sejauh mana pengenalan kita akan pribadi unggul yang pantas dicontoh itu menjadi kata kunci bagi kita untuk dapat melangkah lebih jauh bahwa ia bukan sekedar idola namun menjadi penopang perjalanan kehidupan kita, dia jadi andalan hidup kita? Untuk itu perlulah kita mengenalnya lebih dalam. Bila Yesus Kristus idola dan sekaligu Penyelamat kita, maka kita saat ini tak perlu membuang waktu banyak untuk langsung menyimpulkan Dialah idola dan tokoh yang patut dipuji dan jadi andalahku. “Yesus, Engkaulah andalanku” (bdk Doa Kerahiman Ilahi).

Siapakah Yesus? Anda sudah kenal baikkah? Pertanyaan siapakah Yesus bagiku juga merupaka pertanyan Yesus sendiri bagi kita saat ini. Pertanyan yang sama ini pernah Yesus ajukan kepada murid-muridNya (bdk Mat. 13: 15; Mrk 8: 27; Luk 19: 20). Mengapa pertanyaan ini penting diajukan, karena siapa saja yang mau ikuti Dia mesti kenal benar dahulu, sehingga dalam pewartaan akanNya, menjadi tepat. Yesus sering digelari: Anak Allah, Mesias, Anak Manusia. Para murid rupanya lebih mudah mengutip ucapan orang banyak tentang Yesus tentang Yesus itu. Ada yang katakan Dia itu Yohanes Pembaptis, Elia, atau satu diantara para nabi. Lalu siapakah Dia bagiku?

Kita tahu kita suci dan tradisi mengajarkan dan sumber utama untuk mengenal Yesus. Konsili vatikan II dalam konstitusi Dogmatis “Dei Verbum” menyatakan bahwa “Gereja dalam ajarannya, hidup serta ibadatnya melestraikan serta meneruskan kepada semua keturunan, dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya” (DV 8). Nah proses komunikasi iman dari satu generasi ke generasi berikutnya dan diantara orang sejaman disebut tradisi. Tradisi ini bermakna penyerahan, penerusan, komunikasi terus-menerus. Tradisi bukan sesuatu yang kolot, atau ketinggalan jaman atau dari “tempoe doeloe”, melaiankan sesuatu yang masih terjadi hingga saat ini juga. Gereja masih terus hidup dan berkembang, itulah tradisi yang senantiasa dinamis. Dalam tradisi itu memang ada waktu tang khusus, yakni jaman Yesus, dan para Rasul. Atau sering kita dengar jaman Gereja Perdana yang jadi dasar dan pokok untuk tradisi berikutnya, “yang dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjurunya’ (Ef. 2: 20). Nah perumusan iman Gereja Perdana itu yang disebut PB (Perjanjian Baru) karena iman Gereja Perdana yang terungkap di dalamnya.

Kemudian apa yang ditulis dalam Kitab Suci merupakan kisah Yesus seperti yang diwartakan oleh orang beriman, yaitu Yesus yang sudah dialami oleh orang-orang beriman dan kemudian diwartakan oleh mereka. Apa yang di tulis dalam Kitab Suci adalah naskah yang disusun atas pewartaan dasar lisan dan tulisan mengenai Yesus Kristus yang dibuat oleh Gereja Perdana. Nah bila kita mau kenal Dia, maka kita perlu pelajari proses sejarah yang panjang itu, inilah “PR” kita sepanjang hidup.

Kita takkan mungkin mengenal Allah secara tuntas, kalau tidak Dia yang lebih dulu mengenalkan diriNya kepada kita. Allah sendirilah yang mewahyukan diriya kepada kita. Menjadi Orang Kristen berarti menjadi murid-murid YK. Hidup sebagai murid YK, berarti mempunyai komitment untuk mengikuti Dia secara bebas dan setia, dengan kata lain menjadikan Dia sungguh idola dan penyelamat. Kita melaksanakan dan mengembangkan kebebasan dan kesetiaan kita secara kreatif dengan mendengarkan dan menjawab panggilanNya. Selain itu seluruh hidup kita harus merupakan suatu tanggapan terhadap Allah melalui Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita oleh Yesus. Pertanggungjawaban tersebut memuat beberapa unsur dari panggilan kita mengikuti Yesus yakni: tanggapan, kebebasan, tuntutan Yesus dan pertobatan.

Jemaat Perdana atau umat Purba mengaku Yesus sebagai “Kristus”, “Putera Allah yang hidup” (Mat 16: 16). Mereka mengikuti Yesus bukan sebagai nabi dan guru namun sebagai Kristus, Putera Allah yang hidup. Yesus adalah pernyataan keselamatan Allah sendiri. Mereka mengimani Yesus sebagai pengantara Allah dan manusia. Yesus adalah penyelamat dunia, karena menyampaikan keselamatan dari Allah kepada dunia. Yesus bukan sekedar pewarta keselamatan namun dalam Dia keselamatan itu dilaksanakan. Manakah tanggapan kita atas panggilanNya dalam YK? Pertama-tama adalah iman. Iman mengajarkan kita bahwa Allah berbicara kepada kita dalam dan melalui peristiwa-peristiwa dan pribadi-pribadi yang mengisi hidup kita. Tanggapan kita haruslah menjadi wujud cinta kasih kepada sesama dan Allah. Tuntutan menjadi muridNya adalah menjadikan seluruh hidup kita sebagai suatu tanggapan terhdapa Allah. Tanggapan itu tampak dalam perbuatan atau pelayanan kita yang menjadi kesaksian nyata. Beberapa tanggapan terhadap panggilan dalam hidup kita itu adalah bagaimana kita menata dan mengembangkan hidup kita manusia baru dalam Kristus: bermartabat luhur, lebih melayani daripada dilayani, dsb.

Kebebasan adalah salah satu karunia yang paling berharga yang diberikan Tuhan kepada manusia. Andaikata Allah tidak memberikan kebebasan kepada manusia maka manusia akan menjadi robot atau seperti binatang yang tidak bisa menentukan tindakkannya. Kerapkali kebebasan itu disalahgunakan oleh manusia, seakan-akan kebebasan itu “ijin” untuk boleh berbuat apa saja. Namun kebebasan itu mestinya bukan “bebas dari” aturan, larangan melainkan “kebebasan untuk” menentukan pilihan. Tentu pilihan yang baik, benar dan menyelamatkan. Kita menerima kebebasan itu dari dan dalam YK, yang menunjukkan jalan kasih yang bebas dan kreatif. Yesus sendiri mengambil bagian dalam kebebasan yang tak terbatas, sebagai Sabda Allah, namun Ia telah menyerahkan kebebasan itu bagi kita dengan membebaskan kita dari segala sesuatu yang dapat memperbudak kita pada dunia. Dengan mengenal cinta Ilahi, kita menemukan kebenaran hidup dan belajar bahwa adalah mungkin mengasihi sesama seperti Dia telah mengasihi kita. Seperti Yesus, para pengikutNya pun menemukan keberanian untuk melawan “kuasa dunia”. Lalu menjadi pengikutnya juga menjadikan kita “co-creator” bersama Allah.

Tentu dalam mengikuti Yesus ada tuntutan yang mesti dipenuhi. Yesus sendiri berkata kepada murid-muridNya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikuti Aku”, (Mat 19: 24; Mrk 8: 34; Luk 9:23). Taklah mudah mengikutinya, maka kita terus memperbaharui diri dalam segala dimensi hidup kita. Pembaharuan diri itulah yang kita kenal dengan pertobatan. Pertobatan itulah juga tema utama pewartaan Yesus: “...Kerajaan Allah sudah dekat bertobatlah....(Mrk 1:15). Seruan pertobatan ini sudah sejak jaman para nabi dalam Perjanjian Lama berkitan perlunya “perubahan hati yang menyeluruh”, berbalik dari dosa, lalu kembali kepadaNya. Bahkan kita lihat Yohanes Pembaptis serukan hal yang sama (Mat 3:10). Lalu pertobatan itu sejatinya adalah sebuah sikap dan perilaku yang melibatkan seluruh diri untuk sepenuhnya bertindak sesuai kehendakNya.


Lalu apa yang bisa kita pelajari dari “idola” kita, YK?

Tanpa bermaksud mengurangi dan membatasi “keunggulan” yang ada pada YK, saya hanya menyodorkan beberapa aspek pribadi yang dimilikiNya, yang kiranya dapat dijadikan contoh bagi kita. Pertama, Yesus sebagai pemimpin, pemimpin dengan motivasi yang jelas, yaitu memuliakan Bapa di surga (Luk 2: 49). Sebagai pemimpin Ia memiliki karakter yang konsisten dengan apa yang diajarkan dan dibuatNya. Kita mau mencotoh karakternya yang mau kerja keras, jujur, peka dan perbuatan kasihNya. Kedua, Yesus berani, yaitu keberanian berbuat baik, walau harus menanggung resiko pengurbanan diri, berhadapan dengan konflik pada zamannya begitupun kita. Ketiga, Yesus bebas, Yesus menjalankan tugasNya dengan bebas tanpa terikat dan kaku pada aturan dan hukum serta tradisi pada zamanNya. Apa yang dibuatNya demi keselamatan umat Manusia. Empat, Yesus rendah hati, Ia mau melayani dan menaruh “pelayanan” sebagai syarat mutlak menjadi muridNya (mat 22: 34-40; Yoh 13: 1-11; Mrk 10: 35).

Kelima, Yesus peka dan tanggap, Yesus berasal dari keluarga sederhana di Nazaret, namun ketika Ia menjadi terkenal Ia tak lupa asal-Nya. Ia senantiasa berasda di tengah suka-duka hidup manusia dan berbuat sesuatu demi membantu dan mengatasi segala kesulitan hidup (perkawinan di Kana, Yoh 2: 2; menyembuhkan yang sakit, Mat 8: 14-17, memberi makan, Mrk 6: 30-44). Keenam, Yesus setia pada tugasNya, kesetiaanNya pada tugas yang Bapa berikan kepadaNya. KetekunanNya untuk menemukan dan menjalankan kehendak BapaNya. Inilah rahasia kesuksesanNya, kesetian menjalani tugas yang dipercayakan oleh BapaNya. Ketujuh, Yesus kreatif, Yesus menggunakan segenap kemampuannya untuk mewujudkan KA, bahkan dengan sadar dan mampu menempatkan diri dalam situasi zamanNya serta memilih berpihak pada yang kecil. Demikianlah dari sekian banyak kualitas pribadi Yesus yang dapat kita jadikan juga bagian dari kita yang mau melayani dan menjadi pengikutNya.


0
Baca Selengkapnya >>>